Jakarta. Nasionalisme News – Aliansi gerak Tutup TPL Bersama Perwakilan Masyarakat adat dari kawasan Danau Toba kembali mengadukan TPL ke Komnas HAM, Senin, 22/11/2021.
Didorong jiwa yang membara atas ulah TPL Perwakilan masyarakat adat dari Kawasan Danau Toba yang terdiri dari 5 Kabupaten/Kota yaitu, Kab. Toba, Kab. Simalungun, Kab. Tapanuli Utara, Kab. Humbang Hasundutan dan Kab. Samosir, kembali mengunjungi kantor Komnas HAM untuk menyampaikan pelanggaran-pelanggaran terkait Hak Asasi Manusia yang dialami oleh masyarakat adat Batak.
Konflik yang berkepanjangan antara masyarakat adat dengan PT. Toba Pulp Lestari yang sampai hari ini belum mendapat solusi dari pemerintah itu diharap berpihak kepada masyarakat adat Batak.
Komunitas adat yang selama 30 tahun lebih berjuang mempertahankan wilayah adatnya dari cengkraman PT. TPL, yang kerap mengalami kasus kekerasan, intimidasi dan kriminalisasi, terutama dari pihak kepolisian diharapkan Komnas HAM untuk perduli.
Atas dasar berbagai kejadian itulah masyarakat adat yang datang dari kawasan Danau Toba, kembali mengadukan persoalan yang sedang dialami masyarakat, sekaligus menindaklanjuti kasus-kasus yang sebelumnya sudah diadukan oleh perwakilan Masyarakat Adat ke Komnas HAM sebelumnya.
Menurut Ganda Simajuntak sebagai pengurus AMAN Kab. Toba, bahwa kedatangan masyarakat langsung di terima oleh Ahmad Taufan Damanik selaku Ketua Komnas HAM dan Sandra Moniaga Komisioner sebagai Komnas HAM beserta jajarannya.
Diawal pertenuan Roganda Simanjuntak yang mewakili Aliansi Gerak Tutup TPL, menjelaskan bebagai persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat adat seperti persoalan limbah, intimidasi, kekerasan, kriminalisasi, penyerobotan dan pengrusakan wilayah adat, serta konflik yang dialami oleh masyarakat adat hampir di semua kabupaten di kawasan Danau Toba sejak kedatangan PT. Inti Indorayon Utama (IIU) hingga berganti nama menjadi PT. Toba Pulp Lestari (TPL), dan lambatnya proses hukum yang diadukan masyarakat adat kepada pihak kepolisian seakan tidak bergeming.
Hal senada juga di sampaikan yang mewakili Momunitas Lamtoras Sihaporas, bahwa kejahatan PT. TPL yang juga terjadi di Sihaporas seperti, pencemaran sumber air, perampasan tanah dan pengrusakan wilayah adat, termasuk kasus kriminalisasi yang dialami oleh masyarakat adat Sihaporas kerap terjadi.
Dengan nyata, pencemaran air di wilayah adat Sihaporas seperti adanya limbah yang dibuang secara langsung ke sumber mata air mereka.
Mewakili masyarakat adat Ompu Nasomalomarhohos Natinggir, menyampaikan intimidasi yang mereka terima dari perusahaan ketika hendak mendirikan rumah diatas tanah ulayat adat milik mereka sendiri di larang PT TPL.
Selain pelarangan mendirikan rumah, masyarakat adat natinggir juga mengalami kehilangan mata pencaharian utama mereka sebagai petani haminjon (kemenyan) sejak kehadiran perusahaan di wilayah adat mereka.
Hal senada juga di sampaikan dari yang mewakili Komunitas adat Ompu Panggal Manalu, Frenky Manalu dengan tegas mengatakan, atas kehadiran perusahaan TPL sama sekali tidak memberi manfaat kepada masyarakat secara langsung, malah menimbulkan gesekan yang semakin kuat di antara sesama masyarakat, ucapnya.
Dari perwakilan komunitas masyarakat adat Huta Napa Godang, juga menerangkan bahwa kehadiran PT. TPL di kawasan wilayah adat Napa Godang semakin membuat gesekan antar sesama masyarakat yang ada di kawasan Huta Napa semakin tinggi seperti devide et impera sesama masyarakat samakin digesek, bahkan penurunan hasil kemenyan menurun secara drastis akibat pembukaan lahan hutan secara besar besaran dilakukan oleh PT. TPL.
Tidak ketinggalan dari Komunitas Janji Maria juga menerangkan keterbatasan lahan pertanian yang mereka alami akibat pelarangan yang dilakukan oleh PT TPL untuk masyarakat yang ingin membuka lahannya. Juga dari komunitas adat Huta Matio juga berkeluh soal kehadiran TPL yang mengakibatkan rusaknya sumber mata air, tanaman masyarakat mengalami penurunan karena keberadaan pohon eucalyptus yang sangat berdekatan dengan lahan masyarakat adat serta perampasan wilayah adat.
Tidak luput juga persoalan kekerasan dan intimidasi yang di alami oleh masyarakat adat Natumingka yang masih baru terjadi, disampaikan kepada pihak Komnas HAM agar segera di tindak lanjuti oleh kepolisian. Turut juga hadir masyarakat adat Huta Sigalapang dan Huta ginjang yang berkonflik dengan klaim Kawasan Hutan Negara agar mendapat perhatian dari Komnas HAM.
Dari Komnas HAM merespon kasus pengaduan ini dengan meminta Data pendukung untuk melengkapi data yang sudah dimiliki sebelumnya oleh Komnas HAM agar bisa menindak lanjuti laporan terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PT. TPL. Terkait pengrusakan lingkungan juga dibenarkan oleh Sandra Moniaga, seperti yang terjadi di Pandumaan Sipituhuta dengan pembukaan hutan secara masif oleh TPL berdampak pada hutan kemenyan milik masyarakat adat.
Pihak dari Komnas HAM menjelaskan bahwa TIM nya sedang melakukan kompilasi data terkait pelanggaran yang dilakukan oleh TPL dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Di akhir sesi Ahmad Taufan Damanik, menjelaskan bahwa Komnas HAM sedang menyatukan semua laporan dari masyarakat terkait pelanggaran yang dilakukan oleh TPL, dan akan memanggil serta memberikan data kepada instansi terkait, termasuk Kantor Staf Presiden, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga perusahaan TPL, tandasnya.